02 November 2010

The Ultimate Praise & Worship 2010

RENUNGKAN

25 Oktober 2010

Berapa umur kita saat ini?
25 tahun, 35 tahun, 45 tahun atau bahkan 60 tahun...
Berapa lama kita telah melalui kehidupan kita?
Berapa lama lagi sisa waktu kita untuk menjalani kehidupan?
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan kita mengakhiri hidup ini.



Matahari terbit dan kokok ayam menandakan pagi telah tiba.
Waktu untuk kita bersiap melakukan aktivitas, sebagai karyawan, sebagai
pelajar, sebagai seorang profesional, dll.
Kita memulai hari yang baru.
Macetnya jalan membuat kita semakin tegang menjalani hidup.
Terlambat sampai di kantor, itu hal biasa.
Pekerjaan menumpuk, tugas dari boss yang membuat kepala pusing, sikap anak
buah yang tidak memuaskan, dan banyak problematika pekerjaan harus kita
hadapi di kantor.

Tak terasa, siang menjemput...
"Waktunya istirahat..makan- makan.."
Perut lapar, membuat manusia sulit berpikir.
Otak serasa buntu.
Pekerjaan menjadi semakin berat untuk diselesaikan.
Matahari sudah berada tepat di atas kepala.
Panas betul hari ini...

Akhirnya jam istirahat selesai, waktunya kembali bekerja...
Perut kenyang, bisa jadi kita bukannya semangat bekerja malah ngantuk.
Aduh tapi pekerjaan kok masih banyak yang belum selesai.
(Belum lagi kalau terkadang harus menghadapi 'manusia-manusia sulit' yang menghambat pekerjaan kita )

Mulai lagi kita kerja, kerja dan terus bekerja sampai akhirnya terlihat di sebelah barat...
Matahari telah tersenyum seraya mengucapkan selamat berpisah.

Gelap mulai menjemput.
Lelah sekali hari ini.
Sekarang jalanan macet.
Kapan saya sampai di rumah.
Badan pegal sekali, dan badan rasanya lengket.
Nikmat nya air hangat saat mandi nanti.
Segar segar...
Ada yang memacu kendaraan dengan cepat supaya sampai di rumah segera, dan ada yang berlarian mengejar bis kota bergegas ingin sampai di rumah.
Dinamis sekali kehidupan ini.

Waktunya makan malam tiba.
Ibu kita telah menyiapkan makanan kesukaan kita.
"Ohh..ada sop ayam".
"Wah soto daging buatan ibu memang enak sekali", anak memuji masakan Ibunya.
Itu juga kan yang sering kita lakukan.
...Selesai makan, bersantai sambil nonton TV.
Tak terasa heningnya malam telah tiba.
Lelah menjalankan aktivitas hari ini, membuat kita tidur dengan lelap.
Terlelap sampai akhirnya pagi kembali menjemput dan mulailah hari yang baru lagi.
Kehidupan..ya seperti itu lah kehidupan di mata sebagian besar orang.
Bangun, mandi, bekerja, makan, dan tidur adalah kehidupan.

Jika pandangan kita tentang arti kehidupan sebatas itu, mungkin kita tidak ada bedanya dengan hewan yang puas dengan bisa bernapas, makan, minum, melakukan kegiatan rutin, tidur.
Siang atau malam adalah sama.
Hanya rutinitas... sampai akhirnya maut menjemput.
Memang itu adalah kehidupan tetapi bukan kehidupan dalam arti yang luas.
Sebagai manusia jelas kita memiliki perbedaan dalam menjalankan kehidupan.
Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa ..
Kehidupan adalah ... dll.

Begitu banyak Kehidupan yang bisa kita jalani.
Berapa tahun kita telah melalui kehidupan kita ?
Berapa tahun kita telah menjalani kehidupan rutinitas kita ?
Akankah sisa waktu kita sebelum ajal menjemput hanya kita korbankan untuk sebuah rutinitas belaka ?
Kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, mungkin 5 tahun lagi, mungkin 1 tahun lagi, mungkin sebulan lagi, mungkin besok, atau mungkin 1 menit lagi.

Hanya Tuhanlah yang tahu...
Pandanglah di sekeliling kita...ada segelintir orang yang membutuhkan kita.
Mereka menanti kehadiran kita.
Mereka menanti dukungan kita.
Orang tua, saudara, pasangan, anak, sahabat dan sesama......
Serta Tuhan yang setia menanti ucapan syukur dari bibir kita.

Bersyukurlah padaNYA setiap saat bahwa kita masih dipercayakan untuk menjalani kehidupan ini.
Buatlah hidup ini menjadi suatu ibadah.
Selamat menjalani hidup yang lebih berkualitas.

Gbu all.

Kekuatan tanpa Kekerasan

23 Oktober 2010

Berikut ini adalah cerita masa muda Dr. Arun Gandhi (cucu dari Mahatma Gandhi)

Waktu itu Arun masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua disebuah lembaga yang didirikan oleh kakeknya yaitu Mahatma Gandhi, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika selatan. Mereka tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga.



Tidak heran bila Arun dan dua saudara perempuannya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Suatu hari ayah Arun meminta Arun untuk mengantarkan ayahnya ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan Arun sangat gembira dengan kesempatan ini. Tahu bahwa Arun akan pergi ke kota, ibunya memberikan daftar belanjaan untuk keperluan sehari-hari. Selain itu, ayahnya juga minta untuk mengerjakan pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kau disini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.". Segera Arun menyelesaikan pekerjaan yang diberikan ayahnya.

Kemudian, Arun pergi ke bioskop, dan dia benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung Arun berlari menuju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayahnya yang sudah menunggunya sedari tadi. Saat itu sudah hampir pukul 18:00.

Dengan gelisah ayahnya menanyakan Arun "Kenapa kau terlambat?".
Arun sangat malu untuk mengakui bahwa dia menonton film John Wayne sehingga dia menjawab "Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu". Padahal ternyata tanpa sepengetahuan Arun, ayahnya telah menelepon bengkel mobil itu. Dan kini ayahnya tahu kalau Arun berbohong.

Lalu Ayahnya berkata, "Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran kepada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik.".

Lalu, Ayahnya dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Arun tidak bisa meninggalkan ayahnya, maka selama lima setengah jam, Arun mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayahnya hanya karena kebodohan bodoh yang Arun lakukan.

Sejak itu Arun tidak pernah akan berbohong lagi.

Pernyataan Arun:
"Sering kali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya Ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa kekerasan."